Makalah Uslub Menurut Para Sastrawan
Selasa, 09 April 2019
Add Comment
MAKALAH USLUB MENURUT PARA SASTRAWAN
Kata “uslub” merupakan kata yang
sering didengar ketika kita berbicara tentang sastra, pada umumnya ketika kita
membaca atau mendengarnya akan dibarengi dengan penggambaran tertentu, seperti
;
ü Gaya bahasa
yang mudah atau rumit,padat,aneh atau tidak biasa, kuat atau lemah, dll.
ü Gaya bahasa
bijak,halus atau menyenangkan,atau menarik atau serius dll.
Ada beberapa
catatan atas penggunaan kata uslub saat ini,antara lain :
·
Kata uslub merupakan kalimat yang
elastis, kita bisa menggunakanya ketika kita berbicara tentang ungkapan yang
pendek atau potongan kata-kata dari majmu’ puisi para penyair atau karangan
prosa penulis, dan bisa merujuk pada kata-kata dan cara pengaturanya (kelompok
1) atau makna serta cara mereka
terdaptar (kelompok 2)
·
Uslub membawa semacam signifikasi
pada nilai sastra. dalam semua penggunaan yang telah kita pelajari anda, disana ditemukan hukum
untuk memperbaiki atau sebaliknya. Jika digunakan dalam hubungannya dengan
deskripsi ,seolah-olah mengatakan,misalnya (fulan memiliki gaya) ini menunjukan
bahwa anda lebih suka cara dia menulis.
·
Uslub tersebut menunjukkan suatu
ciri khas. Maksudnya, ketika kita berbicara tentang suatu “uslub” maka uslub
tersebut haruslah berbeda dengan uslub-uslub lain. Dan ketika kita berkata :" orang itu memiliki uslub!” maka maksud kita tidak
hanya memuji caranya dalam menulis, namun lebih dari itu bahwa maksud kita
adalah menyatakan bahwa dia memiliki ciri khas dalam menulis yang berbeda
dengan cara orang lain.
Dalam konteks ini, sering terdengar
ungkapan "uslub adalah manusia" atau –jika kita lebih teliti lagi-
"uslub adalah manusia itu sendiri." Orang yang mengatakan kalimat ini
adalah "Buffon", seorang
pemikir berkebangsaan Prancis pada abad 18 M. Ungkapan tersebut tidak lebih
dari hanya mengemukakan bahwa setiap orang memiliki caranya tersendiri dalam
mengungkapkan sesuatu. Akan tetapi perkataan itu tersebar dan sering digunakan
oleh para penulis dan terpengaruh oleh pemahaman zaman, maka mayoritas orang menjadi
memahaminya bahwa uslub merupakan cerminan kepribadian dan moral seseorang.
Ketika uslub menunjukkan
makna-makna tersebut, maka wajar jika kata ini menjadi titik perhatian kegiatan
sastra menurut pemikiran banyak sastrawan dan para kritikus. Diantaranya adalah
Taufik al-Hakîm yang telah menyatakan semua problematika kehidupan sastranya
dalam kata uslub. Dia berkata kepada kawan Perancisnya: (Kawanku Andre!...
benarkah kau memahamiku?...apakah kau mengerti kondisiku?...kondisiku selalu
berupa kebingungan, pencarian dan usaha menguak tentang uslub!...)
Namun dalam surat
lain dia berkata: (sesungguhnya protes semua orang tidak pernah berubah:
mengapa kau terus memaksakan uslub?!...uslub Perancismu tidak pernah meniupkan
keharuman pribadi apapun yang menarik…semua itu hanyalah ungkapan-ungkapan yang
terdapat dalam buku-buku Balaghah yang kau anggap sebagai uslub yang
menakjubkan!...
(Betul…sesungguhnya
konsentrasiku dalam perkara uslub telah menjadikanku taklid…(Benar-benar ... ah
kata untuk gaya, dan kata (formule) ...! Saya mulai melihat pada saat itu ...
saya menemukan setelah jangka panjang dan usaha bahwa uslub ini terkadang argumen
seorang penulis yang tidak menemukan apa yang ia katakan ... yang memiliki apa
yang dia katakan kepada orang-orang hanya karena harta nya ... tidak penuh gaya
presentasi, situasi teater dan biaya dalam pemerintahan tetapi yang memberikan
sesuatu yang sepele!! ... metode apa kecuali bahwa mesin Industri mengemis
untuk mendapatkan kebenaran, tapi apa sebenarnya indah jika meletus saja, dari
lubuk hati saya yang tulus, dalam kata-kata sederhana ... metode ini
kadang-kadang sastra semua orang yang tidak memegang lengan mereka apa manfaat
orang!! ...)
Ini
kontradiksi yang aneh, hanya dapat ditafsirkan mengubah posisi penulis metode,
atau berarti gaya yang dalam kasus kedua adalah apa yang dimaksud dalam kasus
pertama. Dan ia merasa beberapa perbedaan ini ketika ia mengatakan dalam surat
yang sama: (Misi penulis Mesir atau timur yang paling sulit dan paling sulit
...... tapi harus jihad, bahkan di negara kita juga: teknik yang tepat masih di
kami tahu sinonim untuk Almtsnah Bahasa bunga-bunga, dan beberapa high-end
bahwa metode adalah roh dan karakter! ...)
Jadi terdapat dua makna dalam uslub,
yang mana keduanya bergulat dalam pikiran penulis Arab atau timur. Dan
penolakan al-Hakiem pada arti yang awal (bunga bahasa Almtsnah) tidak mencegah
dia dari penelitian terhadap uslub yang haqiqi - uslub yang memiliki ruh dan
karakter. Dan tserinspirasi oleh metode
warisan dan hidup bersama-sama. Dia mengatakan dalam pesan berikut: (Saya
selalu menempatkan dalam pikiran ketiga sumber .
Cara
menginspirasi : Al Qur’an, novel 1001 malam, bangsa dan masyarakat, akan tetapi
uslub ! uslub ! bersama saya,dengan pembahasan tentang uslub gaya (bahasa) yang
akan saya bahas, dimana di temukan akhirnya? Maka dari itu dalam pendapat saya.
Pada tahap
yang lebih matang (setelah ditemukan gayanya) para al-hakim membahas keaslian
sastra maka tidak ada perkara nafi yang mutlak yang menjadi resep keaslian yang
kembali bersumber dari tema-tema atau pemikiran-pemikiran.ia menambahkan :
ketika ada yang bertanya kepadaku saat itu,apa itu keaslian sastra? dan saya
menjawab dengan cepat dan sederhana : itu adalah kamu, itu yang memeriksa
dirimu, itu yang mendengarkan suaramu,nada bunyi yang kau keluarkan.
Setiap seniman yang menciptakan
gayanya yang khas atau suaranya yang khas ……… bebas dari pengaruh sebelumnya.
Namun dalam penyusun saat itu gaya bahasa ditemukan sendiri. Gaya bahasa ini
yang ditawan : bagaimana keluarnya gaya bahasa ini sama halnya, itu menjadi
tragedy karakter personal selama sudah menjadi karakternya, tidak akan pernah
hilang dan musnah.
Pada pemaparan ini keseluruhan benar dan semua
menjadi berlawanan dengan yang jelas dan itu adalah semua yang membayangkan
penderitaan yang ditemukan penulis yang kreativ dan biasa disebut karya
sastra.dan apabila makana yang satu sama diantara semuanya maka itu adalah gaya
yang dapat di aplikasikan dalam bentuk karya sastra akan tetapi masalahnya.
Bentuk pun mempengaruhi terhadap
keinginan penuturnya. Dari sini penulis yang terdahulu melemparkan uslub pada
“identitas” penulis awal yang mencakup tradisinya. Maka apakah seorang filosof
(yang arif) akan melalui sebuah perkataan karena “identitas” manusia yang tidak
mempunyai hubungan dengan pikirannya?. Mungkin karena ada sebuah elemen masalah
yaitu berupa batasan terhadap keinginan akan pikirannya. Kebenaran akan ilmu
alam atau pemikiran ilmu falak, perenungan akan pemikiran filosof, khayalan
akan pemikiran seorang penyair sekalipun- melainkan apa yang memungkinkan agar
kita menamainya.
Dari keterangan tersebut, kita
tidak bisa membicarakan uslub sebagai sebuah ungkapan yang lurus, serta
melampaui batasan tabiat yang sebagian atau sementara waktu. Tidak adanya
batasan akan pemahaman kita bagi sebuah “pemikiran” yang terdapat dalam sastra
atau tidak. Seharusnya ketika kita mencakupi itu semua agar kita tidak lupa
bahwa “sastra” inilah yang kita bicarakan darinya bukan sesuatu yang tidak
bersusun (murni). Akan tetapi rangkaian suara yang kita mendengarnya dari telinga
kita atau ragu-ragu dalam kebaikan dua
telinga kita jika menjadikan kita untuk membaca bacaan yang tak bersuara.
Dua artikel
ini mempunyai kesimpulan tentang “Uslub” dalam buku dan referensi kesastraan
dan kesenian, pemecah belahan di awal keduanya mulai diperbaiki oleh penulis
Perancis Anatole France yang berpendapat –sebagaimana yang ia katakan dalam
artikelnya- bahwa uslub yang lebih utama
dalam saastra ialah uslub yang mudah, yang hampir tidak terfikirkan oleh
pembaca, ilmu mempunyai hak perhatian dan pemikiran kepada kita, bukan untuk
kebenaran seni itu karena dengan wataknya yang menyenangkan dan tidak memberi
manfaat akan kekaguman dan tidak berfungsi baginya. Maka haruslah
menjadikan nya sebagai penarik tanpa adanya sebuah syarat. Artikel ini
mendebatkan pendapat Anatole France –barangkali gambar tersebut didalamnya
terlalu berlebihan akan adnya ucapan melainkan dengan mengulang sastranya tanpa
mengedepankan tema atau pikiran- yang ditunda pada sebuah catatan panjang
dengan pena perdebatan yang mengejek. Dalm keadaan rahasia tidak mudah
mentyampaikannya. Seolah keluasan dalam goa bagi huruf abjad dan tidak
diungkapkan pada lisan para penyair dan pendongeng, bagi keindahan makna yng
tertutup tidak akan muncul pada manusia dalam pakaian mandi setiap waktu. Dan
keindahan seni yang mudah bagi siapa saja yang mampu dan menyukainya dan senang
serta cenderung akan mengorbankan harganya. Adapun kemudahan yang luas dalam
sastra kemudian menunjukan.
Kecerdikan dan kemampuan jika itu
mengarah pada makna Adib keras-lain dan dilakukan Aatsaf Dan makna Mahdh yang
dilakukan sastra? Mengutip bait Akkad untuk banyak kebanggaan dan memotong
Zebra menunjukkan Mavi Amaanehma diri lintah parah dihitung oleh beberapa orang
di manis bertele-tele, dan menyimpulkan bahwa gambar fiksi dan makna yang asli
lemak dalam keindahan metode dalam literatur dan seni.
Valakad jelas Baqrr bahwa ide-ide dalam literatur adalah jenis ide ad hoc, dan kemudian lupa bahwa ide yang ditularkan oleh bahasa, Tapi. Bagaimana untuk bergerak tidak bertanggung jawab, tapi cukup untuk mengatakan bahwa gambar fiksi dan makna dari setiap ide sastra lemak awalnya dalam keindahan metode. Bahkan jika itu hanya untuk gambar fiksi dan makna penulis lemak atau penyair cukup karena menulis sastra besar, kreativitas adalah suatu proses yang sangat mudah dengan Etna, tapi ia tahu bahwa membaca itu sendiri upaya Tntalib dan fokus sampai kita mendapatkan foto-foto imajiner dan makna lemak.
Valakad jelas Baqrr bahwa ide-ide dalam literatur adalah jenis ide ad hoc, dan kemudian lupa bahwa ide yang ditularkan oleh bahasa, Tapi. Bagaimana untuk bergerak tidak bertanggung jawab, tapi cukup untuk mengatakan bahwa gambar fiksi dan makna dari setiap ide sastra lemak awalnya dalam keindahan metode. Bahkan jika itu hanya untuk gambar fiksi dan makna penulis lemak atau penyair cukup karena menulis sastra besar, kreativitas adalah suatu proses yang sangat mudah dengan Etna, tapi ia tahu bahwa membaca itu sendiri upaya Tntalib dan fokus sampai kita mendapatkan foto-foto imajiner dan makna lemak.
Artikel kedua membahas metode Akkad
Qillh tangan yang dibiarkan menggantung di artikel pertama. Jika ia berhasil
artikel pertama untuk membahas pendapat Anatole France dalam literatur CHL.
Mengubahnya untuk membahas sifat makna sastra dalam artikel ini kedua membahas
pandangan radikal dalam bahasa, yang Ieibon pada Kad dan para pengikutnya
mereka menulis dalam kefasihan secara Avrnha Vivsdon Arb "Apa yng mereka ktakan
mereka mlihat penyair Miketibh dan penulis pda hari-hari yang terkandung
keberatan stu per satu jika tujuan mereka Kembali ke Arb gaya bodoh dan
berpengalaman dalam rambut mereka dan Ntarham, ini tidak penerus kita menulis
prosa, tapi Qsidhm tidak Balnmodj yang menebus dalam sistem karena mereka
sering ayat-ayat yang tersebar mengumpulkan sajak dan satu keluar penyair makna
dan kemudian kembali kepadanya dan kemudian meninggalkannya di adalah kecepatan
dikenal dan Atertab tidak dapat diterima.
Dan berdiri Akkad jeda bahasa yang lebih hormat ketika gagasan Ratu diambil oleh Al-'Aqqâd lebih menghormati ide "bakat kebahasaan" yang diadopsi oleh para musuhnya dari Ibnu Khaldûn. Namun dia memandang bahwa diantara keistimewaan bakat ini kemampuannya dalam berubah sesuai dengan zaman dan suku bangsa. (Kebiasaan memiliki peran dalam menilai keistimewaan kebahasaan dari segi ini. Jika kebiasaan ini berubah, maka standar nilainya pun berubah).
Dan berdiri Akkad jeda bahasa yang lebih hormat ketika gagasan Ratu diambil oleh Al-'Aqqâd lebih menghormati ide "bakat kebahasaan" yang diadopsi oleh para musuhnya dari Ibnu Khaldûn. Namun dia memandang bahwa diantara keistimewaan bakat ini kemampuannya dalam berubah sesuai dengan zaman dan suku bangsa. (Kebiasaan memiliki peran dalam menilai keistimewaan kebahasaan dari segi ini. Jika kebiasaan ini berubah, maka standar nilainya pun berubah).
Diantara keistimewaan kebahasaan Arab adalah
adanya peran dzauq. Hal itu karena qzauq memberikan kekuatan dan
kejelasan pada ujaran, menambah kekuatan dan penjelasan pada makna, menjaga
lisan agar tidak mengatakan ungkapan yang rendah, membantunya dengan
serangkaian gaya bahasa yang dapat digunakan dalam lisan dan tulisan.
Kebihan-keliebihan inilah yang kita jaga, kita perluas juga kita tambahkan ke
dalamnya keistimewaan bahasa-bahasa lain yang sesuai untuknya. Kita dapat memperlakukannya
seperti perlakuan pemilik rumah kepada rumahnya. Sehingga kita tidak berdiri
terikat dan tertahan seakan kita menterjemahkan dari diri orang lain,
mengungkapkan bukan dengan lisan kita, berpikir bukan dengan akal kita yang
Allah anugerahkan dalam kepala kita. Starai dari semua itu hanyalah
"pengetahuan dan kemampuan yang baik."
Tidak diragukan lagi bahwa pengetahuan dan
kemampuan yang baik adalah syarat dalam melakukan semua pekerjaan bagus. Namun
jika kamu menasehati seseorang agar dalam pekerjaannya disertai dengan
pengetahuan dan kemampuan yang baik, hal itu tidaklah berguna karena bisa jadi
dia telah memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik sehingga dia tidak
memerlukan nasehat tersebut. Atau dia sama sekali bodoh karena itu kamu berpaling
darinya sehingga tangannya dapat terpotong oleh pisau atau tersengat aliran
listrik. Hal ini tidak terpengaruh oleh pengetahuan atau kemampuan yang baik.
Lantas siapakah yang berkata bahwa kekuatan, kejelasan, kehalusan dan
penjelasan –jika misalnya kita setuju dengan makna lafal-lafal ini- merupakan
syarat mutlak bagi karya sastra yang baik? Lalu apa standar jelek dan lemahnya
jika kita hanya bisa mengukurnya dengan kefasihan yang sama sekali tidak kita
ketahui definisinya kecuali sesuai dengan definisi yang diberikan oleh para
ahli Balaghah zaman dulu yaitu "sesuatu yang paling sering digunakan oleh
bahasa Arab yang dianggap fasih"? seorang qâdhi bernama 'Ali bin
'Abdul 'Aziz al-Jurjani pada abad ke empat Hijriyah lebih bebas dari al-'Aqqâd
pada abad empat belas Hijriyah (dia adalah orang liberal yang selalu melawan
orang-orang yang bersikap jumud) ketika dia membantah tuduhan para ahli bahasa
yang sangat keras kepada syair-syair gaya baru pada zamannya dan zaman
sebelumnya yang dianggap jelek dan lemah. Maka dia memutuskan bahwa syair
mereka tidak patut diukur dengan standar syair-syair orang lama. Syair tersebut
harus dipandang dan dinilai dengan standar nilai pada zamannya. Pada dasarnya
syair tersebut indah dan dipandang lebih baik daripada syair orang-orang
terdahulu.
Adapun sekumpulan
gaya bahasa yang digunakan oleh penyair atau penulis dalam karyanya, apakah itu
berbeda dengan bentuk gaya bahasa pada zaman Taufîq al-Hakîm?
Al-'Aqqâd terus
bersemangat dalam membela penyair dan kritikus sastra kontemporer dengan terus
menceritakan tentang keduanya dan berpikir dengan cara mereka. Semangat inilah
yang terus mendorongnya seperti cambuk besar dalam memperbaharui ilmu retorika
Arab. Namun mereka semua tidak dapat mencapai tujuan yang mereka inginkan. Ini
disebabkan oleh banyak hal. Diantaranya adalah karena ketidakjelasan konsep mereka
tentang hubungan antara bahasa sastra dan makna sastra.
Pembicaraan mereka
mengenai gaya bahasa berhenti sampai di sini. Pembicaraan mereka mendapat
halangan berupa ketidakjelasan pemahaman dan batasan yang tumpang tindih.
Sehingga orang-orang mengira bahwa pembicaraan mengenai sastra haruslah seperti
itu.
Pembicaraan
mengenai bahasa sastra yang bermula dari sastra itu sendiri (misalnya sastra
berupa kumpulan pemikiran, makna, imajinasi atau lafal. Juga sastra bersifat
kemanusiaan bergantung pada tempat, dll) pastilah akan menyebabkan kerancuan
dan ketidakjelasan. Hal itu karena sastra adalah seni yang indah, namun berbeda
dengan seni-seni indah lainnya (seperti seni lukis, pahat dan musik) karena
sastra tidak memiliki alat khusus yang menjadi media penyampainya. Namun sastra
menggunakan bahasa yang digunakan orang-orang dalam komunikasi dan interaksi
mereka juga dalam segi-segi kehidupan mereka. Maka jika diskusi mengenai bahasa
sastra berawal dari hakikatnya sebagai sastra, hal ini akan menyebabkan ketimpangan
dalam hal apakah sastra itu sebuah seni atau bahasa. Dari sini, kita harus
memulai dari salah satu segi, baik dari segi seni atau dari segi bahasa. Para filsuf mengambil jalan
pertama dalam pembahasan mereka mengenai filsafat estetika dan seni. Sehingga
pemikiran mereka lebih teratur. Namun hal ini menyebabkan kegiatan sastra tidak
mendapatkan porsi yang seharusnya dari segi dampak kebahasaannya. Karena itulah
kegiatan ini menjadi terasing dari kritik sastra kecuali dalam hal-hal
tertentu. Dengan demikian kita sekarang dapat memulai studi kita terhadap
bahasa satra dari segi hakikatnya sebagai bahasa.
POKOK PIKIRAN
-
Kata Uslub sering kita dengar
ketika kita membahas tentang sastra
-
Ketika mendengar kata ‘uslub’ maka
kita akan terpikir bahwa uslub itu kata yang rumit, susah difahami, kata yang
kuat, indah, aneh dan sebagainya.
-
Ada beberapa catatan atas
penggunaan uslub ini; 1. Uslub merupakan gaya bahasa yang halus/elastis, 2. Uslub membawa semacam signifikasi pada
sastra. 3. Uslub memiliki dan mengantarkan ciri khas si penulis
-
Ada ungkapan bahwa ‘uslub ialah
manusia itu sendiri’ hal ini menunjukan bahwa setiap orang memiliki caranya
tersendiri dalam mengungkapkan sesuatu. Lebih realnya lagi mayoritas orang memahami
bahwa uslub merupakan cerminan kepribadian dan moral sesorang.
-
Anatole dalam artikelnya
berpendapat bahwa uslub yang lebih utama dalam sastra ialah uslub yang mudah,
yang hamper tidak terfikirkan oleh pembaca.
-
Diantara keistimewaan kebahasaan
Arab adalah adanya peran dzauq. Hal itu karena qzauq memberikan
kekuatan dan kejelasan pada ujaran, menambah kekuatan dan penjelasan pada
makna, menjaga lisan agar tidak mengatakan ungkapan yang rendah, membantunya
dengan serangkaian gaya bahasa yang dapat digunakan dalam lisan dan tulisan.
0 Response to "Makalah Uslub Menurut Para Sastrawan"
Posting Komentar