Sastra Arab Pada Zaman Permulaan Islam
Minggu, 14 April 2019
Add Comment
SASTRA ARAB PADA ZAMAN PERMULAAN ISLAM
Telah kita ketahui bahwa sastra Arab
telah berkembang sebelum datangnya agama Islam. Namun dengan datangnya Islam
terjadi perubahan mendasar. Sebelum Islam sastra Arab berkembang mengikuti
tradisi lisan dan sedangkan sesudahnya sastra tulis yang berkembang, kendati
tidak dengan senirnya sastra lisan mati..
Pada zaman pra-Islam penyar menyampaikan syair yang mereka karang secara
lisan, Hanya beberapa penyair tertentu
yang karya-karyanya direkam dalam bentuk tulisan. Syair-syair itu biasanya
ditulis atas kulit domba dan unta serta daun papirus yang sudah dikeringkan.
Syair-syair yang dituliskan itu pada umumnya merupakan karya penyair besar dan
diletakkan di dinding Ka’bah. Sebagian besar syair yang ditulis itu pula tidak
lengkap melainkan hanya potongan yang terdiri dari beberapa baris atau bait.
Syair-syair yang dituliskan ini disebut mu`allaqat, artinya sajak-sajak yang
ditaruh pada dinding Ka’bah.
Penyair-penyair mu`allaqat yang terkenal
antara lain ialah Imr al-Qays, Zuhair bin Abu Sulma, Nabiqah al-Zuhyani,
Tarafah bin al-`Abd, `Amr bin Kulam, Labid bin Rabi`ah dan Antarah. Beberapa di
antara mereka memeluk agama Islam pada masa hidup Rasulullah. Misalnya, yang
paling terkenal, ialah Labid bin Rabi`ah. Setelah memeluk Islam, Labid menjadi
pembela Islam yang gigih melalui syair-syairnya.
Para penyair Arab sebelum Islam tidak hanya
menulis mu`allaqat, tetapi juga bentuk pengucapan sastra lain seperti
khotbah, peribahasa, legenda dan dongeng yang tidak kalah indahnya dari mu`alllaqat. Khaliah al-rasyidin pada umumnya menyampaikan
pandangannya melalui khotbah atau peribahasa, serta aforisma yang indah. Di
antara empat khalifah yang ucapannya sangat indah ialah Ali bin Abi Thalib dan
Abu Bakar Siddiq.
Ciri-ciri karya sebelum Islam itu umumnya
seragam. Selain syair-syair kepahlawanan suku, penyair-penyair Arab jahiliyah
gemar sekali menulis syair-syair berisi ungkapan kebanggan terhadap kabilahnya
dan garis keturunan mereka. Bentuk pengucapan sastra lain yang digemari ialah
marasin (elegi),ghazal (sajak-sajak cinta, khususnya cinta berahi), sajak-sajak
pemujaan terhadap anggur (khamriyah) dan ungkapan dendam kesumat kepada kabilah
musuh.
Mu`allaqat adalah untaian syair panjang
dan indah dengan sistem persajakan yang rumit. Yang paling terkenal sebagai
penulis mu`allaqat sepanjang sejarah ialah Imr al-Qays. Sajak-sajaknya masih
digemari orang Arab sampai saat ini dan dibawakan melalui nyanyian, sebuah
tradisi yang tetap hidup sampai kini.
Bentuk syair lain yang digemari ialah
qasidah, sajak-sajak pujian yang dinyanyikan. Yang disajikan dalam qasidah pada
umumnya ialah pujian terhadap pahlawan suku dan orang yang dicintai seperti
pemimpin dan gadis cantik. Jenis sajak cinta juga digemari, antara lain yang
disebut nasib.Penulis-penulis Arab masih melanjutkan kegemarannya menulis
sajak-sajak warisan lama ini setelah agama Islam datang. Hanya saja tema dan isinya sudah berubah
serta diperluas. Pada abad ke-12 M
bentuk puisi iini dikembangkan oleh penyair Mesir Syekh al-Busiri menjadi puji-pujian
kepada Nabi Muhammad s.a.w (al-mada`ih al-nabawiya). Karya Syekh al-Busiri yang
masyhur hingga kini dan dibacakan hampir dalam setiap perayaan maulid di
berbagai pelosok Dunia Islam ialah Qasidah al-Burdah.
Puisi Masa Awal
Penerimaan terhadap agama Islam di
kalangan bangsa Arab pada mulanya memang tidak banyak membawa perubahan
terhadap perkembangan sastra Arab, juga tidak banyak memberi perubahan terhadap
sifat-sifat, watak dan tabiat bangsa Arab.
Lagi pula pada masa awal sejarah Islam, kesusastraan berkembang agak
lambat. Hal ini terjadi karena banyaknya peperangan yang dihadapi kaum Muslimin
yang begitu menguras tenaga kaum Muslimin sehingga tidak memberi peluang bagi
kaum terpelajarnya, termasuk penyair, untuk memikirkan masalah-masalah kesenian
dan kesusastraan. Pada awal abad ke-7 M, setelah Rasulullah wafat dan kepemimpinannya
diganti oleh khalifah yang empat, satu-satunya bentuk kegiatan penulisan yang
berkembang ialah penyusunan dan penulisan mushaf al-Qur’an.
Kendati demikian sebenarnya pada masa ini
telah muncul beberapa penyair yang kreatif. Di antaranya ialah penyair-penyair
yang disebut golongan mukhdramain, artinya penyair yang hidup dalam dua zaman,
yaitu zaman Jahiliyah dan zaman Islam. Di antara mereka telah terdapat penyair
yang menulis karya-karya yang dipengaruhi ajaran dan sejarah perkembangan Islam.
Syair-syair yang mereka tulis kebanyakannya merupakan rekaman sejarah awal
perkembangan agama Islam, khususnya perjuangan Nabi Muhammad dan para
sahabatnya. Walaupun sikap hidup penyairmukhdramain ini secara umum tidak
berubah setelah memeluk agama Islam, namun karangan mereka cukup penting karena
nilai sejarah yang dikandungnya.
Di antara penyair mukhdramain itu
terdapat orang yang dekat dengan Rasulullah seperti Hasan bin Tsabit, Ka`aab
bin Zubair, Ka`ab bin Malik dan Labid bin Rabi`ah. Hasan bin Tsabit misalnya
sering mendampingi Nabi dan tampil dalam perdebatan dengan para penyair yang
gemar merendahkan dan mengejek agama Islam. Bersama-sama Labid bin Rabi`ah,
Hasan bin Tsabit dianggap sebagai perintis penulisan sajak-sajak pujian kepada
Nabi Muhammad.
Perubahan besar dalam perkembangan sastra
Arab terjadi setelah munculnya penulisan mushaf al-Qur’an, yaitu pada masa
kepemimpinan khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kegiatan
penulisan mushaf al-Qur’an ternyata memberi pengaruh besar dan bermakna bagi
perkembangan sastra Arab. Pengaruh langsung dari kegiatan tersebut ialah
berkembangnya kajian terhadap teks kitab suci, terutama dari segi bahasa dan
sastra. Semenjak itu orang Arab juga mulai giat mengumpulkan puisi lama dan
cerita lisan warisan nenekmoyang mereka. Gaya bahasa dan puitika al-Qur’an
kemudian semakin menarik perhatian para penyair Arab yang pada gilirannya kelak
mempengaruhi corak penulisan puisi dan karangan prosa mereka.
Dalam tradisi Arab, puisi disebut manzun,
yaitu komposisi (nazm) yang bahasanya terikat pada pola rima dan sajak. Prosa
disebut mantsur, yaitu gubahan yang bahasanya longgar, tidak terikat pada pola
rima dan aturan persajakan tertentu. Dari segi tema, amanat dan coraknya sastra
Arab baru ini pun berbeda dari sastra Arab lama. Pada masa ini para sastrawan
mulai mengaitkan sastra dengan adab, bahkan menyebut sastra sebagai adab, yaitu
sikap dan perbuatan yang didasarkan pada akhlaq dan sopan santun. Adab juga
dihubungkan dengan tingginya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dicapai
oleh seorang penulis, serta kedewasaan dan kematangan pandangan hidup mereka. Sastra
lebih dari itu. Ia juga merupakan karangan yang menyajikan kearifan dan
gagasan-gagasan penting kehidupan termasuk moral, al-hikmah dan spiritualitas.
Perubahan itu juga tampak dalam bahasa
yang digunakan. Kaya-karya baru yang dihasilkan oleh penulis Muslim ini lebih
halus, sedangkan isinya lebih universal. Isinya pun tidak mendalam, sering
hanya berkaitan dengan masalah-masalah sensual. Biasanya sajak-sajak seperti
itu bisa menyulut sengketa dan permusuhan antar kabilah. Beberapa syair sengaja
ditulis untuk menghina kabilah musuh. Untuk keperluan itu maka setiap kabilah
mesti memiliki penyair andalan, yang setiap diharapkan dapat menulis
syair-syair berisi jawaban terhadap syair ejekan dari kabilah lain.
Ali bin Abi Thalib
Apabila pada masa sebelumnya prosa tidak
berkembang, karena kecintaan pada puisi yang mendalam, maka setelah agama Islam
datang, prosa mulai bertunas dan memainkan peranan yang tidak kecil dalam adab
dibanding syair. Tokoh yang dipandang sebagai penulis prosa paling awal dalam
sejarah sastra Arab ialah Ali bin Abi Thalib (600-601 M). Dalam sejarah Islam,
tokoh Ali bin Abi Thalib merupakan pemuda Arab pertama yang memeluk agama
Islam. Dia adalah menanti Nabi dan terkenal sebagai orang yang berani membela
Islam dan sangat terpelajar pula. Ketika
Rasulullah masih hidup, dia pernah diberi tugas menjadi pengumpul wahyu yang
diterima Nabi. Karya Ali bin Abi Thalib yang masyhur sebagai karangan prosa
pertama yang indah dalam sastra Arab ialah Nahj al-Balaghah (Jalan Terang).
Kitab ini merupakan kumpulan khotbah, peribahasa, kata-kata mutiara dan
surat-surat bernilai sastra. Dia menggantikan Usman bin Affan sebagai khalifah
al-rasyidin keempat dan sekaligus khalifah terakhir. Sebuah syairnya dituliskan
pada banyak batu nisan makam raja-raja Pasai dan Malaka pada abad ke-14 dan 15
M.
Keduanya penulis nasarin, yaitu elegi
atau sajak-sajak sedih. Kesedihan yang sering mengilhami syairnya biasanya
ialah kematian orang yang dekat dengan penyair. Nasarin memang merupakan bentuk
syair yang digemari oleh para penyair Arab zaman permulaan. Banyaknya
peperangan yang terjadi dalam sejarah awal perkembangan Islam, mendorong
lahirnya banyak syair seperti ini.
Ali bin Abi Thalib sendiri menulis
sejumlah syair religius yang indah. Salah satu di antaranya ialah yang
dipahatkan pada batu nisan makam raja Samudra Paasai di Aceh abad ke-13 M:
Dunia ini fana, tiada kekal
Bagaikan sarang laba-laba
O kau yang menuntut terlalu banyak
Cukupkanlah yang kauperoleh selama ini
Ada orang yang berumur pendek
Namun namanya dikenang selamanya
Ada yang berusia panjang
Namun dilupa sesudah matinya
Dunia ini hanya bayang-bayang
Yang cepat berlalu
Seorang tamu di malam hari
Mimpi seorang yang tidur nyenyak
Dan sekilat cahaya yang bersinar
Di cakrawla harapan
Jenis syair lain yang berkembang pada
masa ini ialah syair-syair zuhudyah, yang kaitannya dengan ajaran Islam lebih
jelas dibanding banyak jenis syair Arab yang lain. Syar-syair zuhudiyah ditulis
oleh penyair yang menyukai tafakkur, ibadah dan amalan yang menjunjung tinggi
akhla serta adab. Penyair-penyair zuhudiyah lebih suka memilih hidup dalam
kesalehan dan tafakur sebagai bentuk kekecewaan meeka terhadap meluasnya gejala
hidup serba mewah di lingkungan masyarakat Muslim. Di antara penyair zuhudiyah
yang awal ialah Abul Aswab al-Du`ali (w. 681 M). Dia adalah seorang ulama
besar, pakar Hadis dan hukum Islam. Al-Du`ali juga dikenal sebagai orang
terpelajar pertama yang menciptakan tanda-tanda baca dan titik dalam al-Qur’an
untukk membedakan harakatnya dan memudahkan pembacaannya. Syair-syair al-Du`ali
kebanyakan bertemakan ketawakkalan dan kesalehan. Dia sering menyeru pembacanya
agar supaya ingat mati dan hari akhirat.
Syair-syair jenis lain yang ditulis olehnya terutama ialah hija’
(satire) dan madah, yaitu syair-syair berirama indah yang dibuat untuk
dinyanyikan.
Pada akhir abad ke-7 M muncul pula
penyair Arab terkemuka yang membawa pembaruan cukup berarti, yaitu Umar bin Abi
Rabi`ah (643-712). Dia hidup pada zaman gemilang pemerintahan Daulah Umayyah di
Damaskus. Ayahnya pernah diberi tugas oleh Nabi untuk menyebarkan agama Islam
di Yaman. Menjelang akhir hayatnya dia banyak menulis syair-syair zuhudiyah.
Gaya bahasanya sangat halus dan ekspresif.
Pada awal abad ke-8 M, sebuah tradisi baru dalam penulisan syair
muncul, yaitu penulisan syair-syair untuk dinyanyikan, tetapi berbeda dari
madah. Di antara tema-tema yang digemari oleh para penulis syair al-ghina’
ialah tema-tema erotis dan sensual, serta mujun, yaitu tema-tema yang
menyimpang dari ajaran agama dan moral. Pada masa ini pulalah mulai muncul
penyair-penyair yang gemar mengembara untuk berdakwah dengan cara membacakan
dan menyanyikan syair-syair mereka.
Jenis syair lain yang juga digemari dan
muncul pada zaman ini ialah al-ghazal al`uzri, yaitu sajak-sajak percintaan
muni. Penyair terkenal yang melahirkan banyak jenis syair ini ialah Qays alias
Majnun bin Amir. Cinta sepertiitu menuntut ketulusan, pengurbanan dan kesucian.
Bentuk syair yang disebut hija’
(sindiran) juga digemari. Melalui hija’ mereka melontarkan kritik atau kecaman
terhadap ketimpangan yang berlaku dalam masyarakat seperti ketidakadilan
penguasa, penyelewenganyang dilakukan pejabat, pemimpin agama dan politisi.
Biasanya hija’ ditulis untuk mengecam
orang-orang yang perilakunya menyimpang dari ajaran agama. Contohnya ialah syair yang dikarang penyair Khawarij untuk
mengejek pengikut Mu’awiyah:
Kau membanggakan dua ribu orang beriman
Berada di belakangmu bukan?
Tak malu, sedangkan mereka itu tewas tersungkur
Di tangan empat puluh perajurit kami di Asak
Kau bohong, mereka pengecut
Tak seperti yang kaubanggakan
0 Response to "Sastra Arab Pada Zaman Permulaan Islam"
Posting Komentar